Tak mudah untuk menjalani hidup di dunia ini. Dunia yang penuh dengan keramahan sekaligus juga kejahatan. Dunia yang selalu menampilkan kebahagiaan sekaligus juga menyuguhkan drama kesedihan. Dunia yang menjadikan kebebasan dan penjaranya manusia. Dunia yang menampakkan "syurga" sekaligus "neraka"...Dunia yang hanya menawarkan dan menyuguhkan kesementaraan...bagi manusia-manusia yang berpikir.
"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga-bangga di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu." (QS. Al Hadid {57}: 20)
Hidup ini penuh kejutan. Kita tak pernah bisa menebak dan menduga-duga apa yang akan terjadi di hari kemudian. Bahkan ketika kita membayangkan sesuatu itu indah namun kenyataannya tidak. Kita mesti siap untuk menerima apapun kenyataan kelak meski pada saat kita merasa dalam ketidaksiapan. Dan kita juga tak pernah tahu, kelak akan bertemu "apa" dan "siapa". Dan akan mendengarkan "apa" dari "siapa".
Kita tak pernah tahu perjalanan hidup seorang demi seorang yang kita kenal dan kita temui seperti apa. Entah itu teman, sahabat bahkan kerabat. Mungkin, bisa jadi cerita kita sama. Tapi kedalaman hati dan perjalanan prosesnya dari apa yang kita alami berbeda. Terkadang seseorang bisa bercerita lepas tentang apa yang dia alami, tapi belum tentu dengan orang lain yang mengalami hal yang sama. Jangan pernah mengukur sepatu orang lain dengan kaki kita meski nomor yang dipakai sama, tetap saja selera bisa berbeda.
Ada-ada aja tingkah dan prilaku orang-orang. Kadang beranggapan bahwa setiap orang akan memiliki pemikiran dan sikap yang sama dalam menjalani hidup. Seringkali, pertanyaan atau pernyataan yang menurut satu orang biasa saja, bisa jadi menurut lain orang akan sangat mengganggu.
Sepenggal perjalanan hidup yang sering aku dengar dari kerabat yang dalam perantauan. Meski dengan cerita yang sama "merantau" tetapi dalam perjalanan prosesnya merantau itulah yang berbeda. Ada yang sampai pada pencapain yang "membanggakan", bisa dia perlihatkan pada orang tua dan sanak saudara. Nyatanya, kebanggaan atas "pencapaian" itu pun diartikan berbeda dari kepala pemikiran yang lainnya. Dua sisi pemikiran yang aku rasa dua-duanya pantas bangga dengan apa yang sudah mereka capai. Tak ada yang salah. Hanya saja memang, ada hal yang harus kita jaga, ketika kita merasa bangga dengan pencapaian yang sudah diraih. Karena tidak semua orang bisa mendapatkan apa yang diraih dengan jalan yang sama. Mungkin bagi satu orang, memiliki mobil adalah sebuah pencapain yang tinggi yang bisa dibanggakan, tapi bagi satu lainnya, dengan bisa memberi "sesuatu" (tidak selalu harus mobil) untuk kedua orang tuanya adalah sebuah pencapaian yang tinggi yang bisa dilakukan.
Ketika ada seorang yang bertanya "apa yang sudah kamu capai dan kamu dapatkan dalam hidupmu?". Mungkin maksudnya baik, sebagai bagian dari penyemangat untuk bisa lebih ikhtiar yang terbaik. Tapi hati orang siapa yang tahu kan ya? Bisa saja saat itu hatinya sedang dalam kegalauan karena belum kunjung juga datang apa yang diharapkan dari ikhtiarnya. Hingga pertanyaan semacam itu seakan jadi sebuah nyinyiran bagi orang yang mendengarnya.
Lidah memang tak bertulang, seringkali kita pun butuh effort yang kuat untuk bisa mengendalikannya. Semacam itulah, ketika kita bermaksud bersilaturahmi dengan siapapun, pertanyaan seputar kabar dan kesehatan, jauh lebih diharapkan ketimbang pertanyaan "apa yang sudah diraih dari perjalanan panjang selama ini di perantauan."
Mencoba untuk menempatkan diri pada posisi orang lain ketika kita hendak bertanya sesuatu yang bisa jadi tidak nyaman untuk didengar. Bahkan terhadap anggota keluarga atau kerabat lainnya. Apalagi jika itu adalah orang yang baru kita kenal. Jika kita tak bisa membuat orang lain tertawa, maka jangan pancing orang untuk bersedih atas pernyataan dan pertanyaan kita.
Dari Abdullah bin 'Amru. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Seorang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah." (Shahih Bukhari).
Salah satu agar orang lain selamat dari lisan kita adalah dengan menjaga perasaan orang lain dari pernyataan dan pertanyaan kita. Walau memang bukan hal yang mudah. Terkadang aku merasa bersyukur dengan karakter aku yang tidak terlalu banyak bicara, kalau kata rangorang mah aku teh termasuk "introvert". Lebih banyak diam dan kadang kalau ga ditanya yaa ga ngomong. Orang Sunda bilang mah ibarat "Goong...mun ditabeuh karek disada"...hehehehe
Sekecil apapun, setiap kejadian adalah pelajaran bagi yang berpikir. Dan dunia ini adalah sebaik-baiknya tempat belajar dan sekaligus guru untuk kita menimba ilmu dan bekal untuk kelak di akhirat.
Semoga Allah membimbing diri dari menjaga lisan dan perbuatan...aamiin insyaaAllah.
Wallahu'alam bishshawab.
Tasikmalaya, 25 Januari 2021